-->

Setelah Takdir itu Datang

Cerpen marudiyafu.com

Malam itu setelah aku pergi seharian dengan teman kerja, kabar bahagia yang sangat mengharukan menorehkan rasa kecewa di hati ini. Bahwa seorang lelaki yang pernah singgah dua tahun di kehidupanku telah bertakdir hidup dengan wanita lain. 
 
Baru saja rasa bahagia menghampiriku hari itu, bertemu dengan teman kerja waktu dulu yang sudah lama tak bersapa. Tapi malam harinya aku mendapat kabar yang entah harus bagaimana perasaanku saat mendengarnya. 

Benar saja antara bahagia dan sedih itu jaraknya sangat dekat!

“Assalamu’alaikum dek Mira, sudah tahu belum kabar mengenai pernikahan Bang Riyan hari ini?” Isi pesan Bang Reja yang merupakan sahabat dari Bang Riyan. “Wa’alaikumsalam, wah alhamdulillah.” Jawabku singkat sambil menahan kesedihan tepat pada pukul 23:00 WIB pada malam Minggu ketika hendak berbaring. Rasa ngantuk hilang, dan di kepala ini mucul berbagai pertanyaan.

Aku sedih, karena aku masih berharap akan dirinya menjadi masa depanku. Tapi di sisi lain, Bang Riyan tidak salah apa-apa karena aku lah yang telah membuatnya berhenti berharap dan mencari wanita lain.

Satu tahun sebelum kabar pernikahan Bang Riyan, aku memutuskan untuk menjauhinya. Acuh terhadap dirinya yang tetap ingin dekat denganku. Setiap pesannya aku abaikan, setiap kenangan bersamanya aku coba untuk lupakan. Bukan tanpa alasan aku bertindak seperti itu, aku sadar akan dosa yang selama itu kuperbuat. Hidayah datang kapan saja bila Allah menghendaki. Berawal dari salah seorang sahabat yang selalu mengingatkan perihal agama, perlahan aku mulai menyadari akan dosa yang telah kuperbuat. 

Dua tahun aku menjalin komunikasi dengan Bang Riyan, selama hampir 2 tahun juga aku telah menabung dosa bersamanya. Kami memang tidak melanggar norma yang berlaku di lingkungan masyarakat, tapi kami telah melanggar larangan berzina di agama. Komunikasi yang terjalin selama 2 tahun itu telah melahirkan zina hati yang dilarang oleh agama.
 
‘Hijrah’, seolah kata yang menjadi pilihanku saat menjauh dari Bang Riyan. Aku ingin berhijrah, meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh agama. Namun, hijrahku tidak sepenuhnya terlaksana. Memang, aku sudah tak berkomunikasi dengan Bang Riyan, tapi masih ada harapan yang tersimpan akan dirinya. Aku berharap Bang Riyan akan menjadi masa depanku kelak. Bersamanyalah rumah tangga dirajut. Sungguh hanya angan kosong belaka yang menjurumuskanku!

Saat mendengar kabar mengenai pernikahannya, kepalaku rasanya ingin pecah, air mata sudah tak terbendung. Tidak ada lagi harapan untuk bersamanya! 

Hari, minggu, bahkan bulan, aku lalui dengan semangat yang menurun. Aku down menjalani kehidupan ini! Hingga akhirnya, hidayah itu datang kembali. Aku sadar bahwa aku belum hijrah sepenuhnya, menaruh harapan kepada manusia hanyalah semu belaka. Hanya kepada Allah sepatutnya aku berharap. Aku teringat bahwa, menjadi seorang yang putus asa bukanlah merupakan cerminan dari seorang muslim. Aku bangkit perlahan setelah 5 bulan dirundung rasa down!

Allah telah mengingatkanku dengan ujian ini. Setelah apa yang aku lalui, perlahan membuat diriku menjadi sosok wanita yang lebih kuat lagi untuk menerima takdir. Kini, tak ada lagi teman pria yang dekat denganku. “Capek, tau menjalin hubungan yang spesial dengan seseorang yang bukan mahramnya. Belum tentu juga dia menjadi jodoh kita.” Ucapku pada Siti, teman dekat yang kerap mempertanyakan masalah kejombloanku.

Sakit hati yang dahulu menganga, kini perlahan mulai dapat terobati. Mencari kegiatan-kegiatan positif yang menambah kemampuan diri, ikut bergabung dengan komunitas yang mempunyai hobi yang sama, lalu kembali mengasah passion, adalah caraku untuk membangkitkan kembali semangat hidup.

Kini aku bukanlah wanita yang dahulu kala mudah terbawa perasaan kepada lawan jenis, kejadian demi kejadian menjadikanku wanita yang lebih memikirkan akan logika. 

Beberapa pria sempat mendekatiku, namun tanggapanku datar. Aku tak ingin diberi ataupun memberi harapan palsu. Yang aku inginkan kepastian semata! Berkomunikasi dengan teman pria seperlunya saja, tidak ada yang dilebih-lebihkan. Seperti itulah kini caraku dalam menjaga hati. Bukan apa, aku hanya takut terhanyut dalam kemaksiatan.


“Islam tidak mengharamkan cinta
Justru Islam penuh dengan cinta.
Al-qur'an adalah bukti akan cinta Allah kepada hambaNya.
Ayat-ayat suciNya mengarahkan untuk kebaikan.
Petunjuk untuk mengarungi kehidupan."  - Mardhiyah 1993
“Bagaimana, elu mau nikah Mira? Pacar aja gak punya!” Celoteh Siti saat mencandaiku. Islam telah mengatur kehidupan ini seluruhnya, termasuk urusan pernikahan. Ada tata caranya kok. “Ta’aruf”! jawabku. Jalan ini lah yang aku pilih untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan. “Setiap orang kan punya jalan masing-masing, mau nikah dengan jalan yang seperti apa. Nah gue pilih ta’aruf. Gue udah terlanjur cinta dengan syariat Islam!” Jawabku melebar. “Bagaimana bisa Mira, seseorang menikah seperti membeli kucing di dalam karung?” Temanku menimpali.

“Ga gitu juga, kita bisa mengetahuinya secara intens saat proses ta’aruf dari orang-orang yang dipercaya” Sahutku menjelaskan. “Oh begitu!” Temanku manggut-manggut seperti sudah memahami.

"Terus lu udah ada belum calon yang mau diajak ta'aruf?" Pertanyaan Siti kali ini benar-benar makjleb ye. "Beloman ada sih." jawabku datar. “Yasudah nanti gue cariin deh, cowok yang mau ta’arufan sama elu.” Celotehannya kali ini diiringi dengan senyum kecilnya. Dan aku hanya bisa tertawa membalas celetukannya.
 
Aku ga tau setelah percakapan ini berlangsung, apakah dia akan memutuskan pacarnya atau tidak. Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk temanku yang satu ini. Kebaikannya sungguh membuatku ingin mengajak untuk lebih mengingat akhirat kelak dengan wanita yang mempunyai nama Siti ini.

Seperti itulah kehidupanku setelah takdir itu datang. Aku lebih fokus untuk kebaikan di dalam kehidupanku, menginginkan yang terbaik juga untuk orang-orang di sekitarku.

Wahai kamu, Bila cinta bersemayam di hati.
Arahkanlah sesuai dengan petunjuk Allah SWT
"Semesta menjadi saksi atas kita yang pernah bersama
Semesta juga tahu bahwa kini 
Kita berada di takdir yang berbeda.
Setidaknya, kita mesti menerimanya. 
TakdirNya memang yang terbaik
Dan telah menyadarkanku bahwa janjiNya lah yang pasti". - Mardhiyah 1993 

Cerita ini hanya fiksi semata. 

2 Responses to "Setelah Takdir itu Datang"

  1. kok bikin baper sih hihihi..
    jodohku dimana ya..cape lah jalani hubungan sama org yg gak jelas. biar lebih jelas ajak aja nikah. hehehe
    baper asli

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waduh mba, jangan baper-baper nanti jatuh cinta.. #eeeeh :D
      Iyaa mba bener, mendingan langsung nikah aja. hehe..
      Makasi mba udah baca :)

      Hapus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel